Persaingan Partai Politik Menuju Tahta Tertinggi di Era Reformasi

Era reformasi yang muncul setelah runtuhnya rezim orde baru merupakan era yang menjanjikan harapan baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik . harapan ini merupakan suatu kewajaran mengingat selama ini sistem politik yang di jalankan pada masa orde baru dinilai tidak berhasil dalam menciptakan tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara yang memenuhi ciri sebuah negara yang demokratis, egaliter, memihak masyarakat sipil, dan membebaskan dan memberikan ruang gerak bagi setiap warga negara. Pada masa orde baru pemerintah berhasil membatasi ruang gerak rakyat sehingga demokrasi hanya sebatas wacana dan retorika belaka, serta gencarnya penyeragaman segala aspek demi alasan stabilitas yang semu. Namun seiring dengan perkembangan pada era reformasi partai politik kembali bergeliat, dimana pada masa orde baru indonesia dikuasai oleh pemerintahan yang otoritarian dengan sistem partai tunggalnya, sedangkan pada era reformasi demokrasi langsunglah yang berkuasa sehingga munculah kebebasan berekspresi, berserikat dan mengeluarkan pendapat. Hingga akhirnya lahirlah euforia politik baru yang ditandai dengan kemunculan begitu banyak partai politik. Kemunculan banyak partai politik pada era reformasi ini dimulai dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintahan interregnum Bj.Habibie untuk menerapkan kembali sistem multi partai. Dengan kebijakan seperti ini euforia politik, demokrasi dan kebebasan juga menghasilkan penghapusan kewajiban parpol untuk menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas, seperti ditetapkan pada UU keormasan 1985.
Sehingga output yang dihasilkan dari kebijakan tersebut menyebabkan masyarakat beramai-ramai memasuki partai politik sebagai upaya untuk menjadi bagian penting dalam pesta demokrasi indonesia, kemudian hal tersebut tetap berlangsung hingga saat ini, dimana seperti yang kita ketahui dengan munculnya banyak partai politik di indonesia maka semakin banyak pula masyarakat yang mencalonkan dirinya dalam pesta demokrasi indonesia, baik itu dalam pemilu legislatif maupun eksekutif, namun hal tersebut sama sekali tidak menjadi sebuah permasalahan bagi partai politik di indonesia, karena semakin banyak partisipan dalam sebuah partai politik maka akan semakin banyak pula perwakilan dari partai tersebut yang maju menjadi calon penentu kebijakan negara serta semakin besar pula kemungkinan sebuah partai politik mendapatkan kursi di tahta tertinggi, karena sebagaimana yang tercantum dalam peraturan pencalonan diri menjadi presiden dan wakil presiden RI salah satunya adalah dukungan parpol atau penggabungan parpol yang memperoleh minimal 20% kursi di DPR atau 25% suara sah pada pileg sebelumnya. Sehingga dari dua syarat mutlak tersebut akan membuat euforia persainagan dan perebutan kekuasaan semakin sengit, karena dengan dua hal tersebut sudah dapat kita klaim bahwa faktor dukungan partai polotik sangatlah amat
berpengaruh dimana walaupun individu memenuhi syarat-syarat fundamental lainnya untuk menjadi capres dan cawapres maka ia tetap tidak bisa melaju menuju tahta tertinggi. Dan ketika kita melihat pemilu pada periode 2009 sudah menunjukan bukti bahwa persaingan untuk mendapatkan tahta tertinggi di indonesia memang sangatlah
ketat, dimana kala itu partai politik partisipan pemilu legislatif sangat terbilang banyak karena mencapai angka 44 partai politik dari latar belakang yang berbeda, ke 44 partai tersebut berkompetisi untuk memperoleh kursi sebanyak mungkin di DPR, dimana pada periode pemilu legislatif 2009 tersebut hanya ada 9 partai yang berhasil mendapatkan kursi di DPR yaitu Partai Hanura dengan 17 kursi, Partai Gerindra 26 kursi, Partai
Kebangkitan Bangsa 28 kursi, Partai Persatuan Pembangunan 38 kursi, Partai Amanat Nasional 46 kursi, partai keadilan sejahtera 57 kursi, PDI Perjuangan 94 kursi, Partai Golongan Karya 106 kursi dan partai demokrat mendapatkan 148 kursi sekaligus mendeklarasiakan diri sebagai pemenang pemilu legislatif kala itu. Dari hasil perolehan suara tersebut dapat kita garis bawahi bahwa untuk memenangkan suara rakyat pada pemilu bukanlah hal yang mudah, terlebih bagi partai-partai yang masih terbilang kecil dan belum mampu menunjukan eksistensinya di masyarakat, karena pada hakekatnya untuk mendapatkan eksistensi dan memiliki akar yang kuat bagi sebauah partai politik haruslah ditopang oleh salah satu tokoh sentral dalam partai tersebut, maksudnya adalah ketika dalam sebuah partai politik memiliki satu tokoh yang memiliki elektabilitas serta kredibilitas yang tinggi maka hal tersebut akan cukup berpengaruh bagi eksistensi partai yang bersangkutan, dimana hal tersebut dapat dimanfaatkan sebagai salah satu ajang komunikasi partai dengan rakyat karena rakyat akan lebih mudah mengingat dan mengenali sebuah partai politik melalui eksistensi maupun kontroversi yang diciptakan oleh salah satu tokoh dalam partai, selain itu keterlibatan anggota fraksi partai politik dalam pengambilan keputusan pada sidang DPR juga dapat dijadiakan salah satu alternatif untuk memunculkan eksistensi dan sura dari rakyat, maksud pengambilan keputusan disini adalah keputusan-keputusan yang pro rakyat yang dapat membasmi ketidak adilan yang menimpa rakyat.
Kemudian dari hasil pemilu lgislatif tersebut sedikitnya akan diajadikan sebuah cermin ataupun acuan bagi partai politik dalam memutuskan keterlibatannya dalam pemilihan umum presiden RI, maksudnya adalah ketika salah satu atau lebih partai politik mendapatkan perolehan suara maupun kursi yang cukup banyak maka partai tersebut berarti sudah mencukupi salah satu syarat dalam pencalonan presiden, sehingga partai tersebut bisa langsung memutuskan siapa yang akan di usung dari internal partainya, tidak hanya itu saja, ketika suatu partai tidak mendapatkan suara maupun kursi yang mumpuni dalam pencalonan pilpres seperti ynang telah ditetapkan diatas
maka koalisi antar partai bisa dilakukan sebagai upaya pemenuhan syarat dan juga upaya mobilisasi masa yang lebih banyak. Disinilah perang politik akan dimulai dimana setiap partai akan menjalin koalisi bersama beberapa partai lainnya yang memang memiliki tujuan yang sama serta memiliki hubungan yang baik antar internal partainya, sehingga disitulah persaingan antar partai dan perebutan kekuasaan menuju tahta tertinggi benarbenar dirasakan, dimana setiap partai akan semaksimal mungkin melancarkan aksinya demi memperoleh kemenangan yang mutlak, hal tersebut dapat kiata amati pada saat pemilihan umum presiden RI periode 2009, dimana pada periode tersebut hanya terdapat tiga pasang calon yang di usung oleh koalisi beberapa partai politik di indonesia, yaitu Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subiyanto pada nomor urut 1, Susilo bambang yudhoyono dan Boediono pada nomor urut 2, serta Jusuf Kala dan Wiranto pada nomor urut 3, dari tiga pasang calon diatas merupakan pasangan yang di usung oleh beberapa Partai besar pemenag pemilu legisltif tahun tersebut, yang mana pasangan no urut 1 merupakan hasil koalisi antara PDIP dan GERINDRA serta beberapa partai pendukung lainnya, kemudian untuk pasangan calon no urut 2 yaitu SBY dan Boediono cukup menuai kontroversi, khususnya dari partai pendukung SBY, hal ini disebabkan karena Boediono yang notabene tidak berasal dari partai politik melainkan calon independen, sementara pasangan calaon no urut 3 merupakan koalisi antara parati Golkar dan partai Hanura, pasangan ini juga cukup menarik dimana pada periode sebelumnya keduanya merupakan cawapres dan capres dari kubu yang berbeda namun pada pemilu 2009 ini menjadi sepasang calon.. Dan pada akhirnya pemilu presiden 2009
tersebut dimenangkan oleh pasangan SBY-Boediono melalui pemilu satu putaran karena perolehan suara pasangan no urut 2 tersebut mencapai 60,80% sehingga tidak perlu lagi diadakan pemilu presiden putaran kedua karena menurut prosedur yang telah ditetapkan bahwa ketika perolehan suara lebih dari 50% maka tidak perlu diadakan
pemilu putaran kedua, namun dari hasil keputusan yang menyatakan SBY-Boediono sebagi pemenang pemilu tersebut tetap saja ada pihak yang berusaha mengupayakan pengaduan kepada MK bahwa kemenagan SBY-Boediono tidak sah dengan beberapa alasan tertentu, namun pada sidang akhir MK memutuskan bahwa pasangan SBYBoediono sebagai pemenang pemilu.
Dari koalisi beberapa partai besar serta upaya perebutan kekusaan dengan berbagai cara seperti diatas cukup membuktikan bahwa indonesia merupakan salah satu negara dengan persaingan politik yang begitu menarik hingga menuai konteroversi karena persaingan partai politiknya begitu alot, selain itu produktivitas partai politik di indonesia juga tidak dapat diragukan lagi, karena dengan eksitensi serta ambisi yang kuat untuk memimpin dalam diri setiap kader partai politik di ondonesia memunculkan beberapa tokoh baru yang turut ambil bagian dalam perebutan kekuasaan dalam ketatanegaraan indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk menduduki tahta
tertinggi dalam pesta demokrasi indonesia, sangat memerlukan beberapa faktor pendukung, baik itu dari intrnal calon pemimpinnya, partai politik pengusungnya, serta eksistensi yang melekat di masyarakat./ Dede
Referensi :
Labolo, Muhadam dan Teguh Ilham. 2015. Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di
indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
Karsayuda, Rifqinizamy, M. 2015. Partai Politik Lokal Untuk Indonesia. Jakarta :
Rajawali Pers.

Scroll to Top