Hak Angket KPK, Demi Siapa?]

Perjalanan KPK dalam memberantas masalah korupsi di negeri ini bukan berarti tanpa hambatan. Jalanan terjal nan berliku kerap kali menghampiri tatkala kasus korupsi yang diangkat berbenturan dengan kepentingan politik yang lebih besar – yang melibatkan para aktor dan elit kawakan baik di level lokal maupun nasional. Tidak heran jika kemudian kasus-kasus besar selalu rumit untuk dituntaskan sebab aktor yang bermain di dalamnya memiliki kekuatan superpower yang sulit dibongkar. Sebut saja kasus korupsi mega proyek e-KTP yang sedang hangat diperbincangkan belakangan ini. Dimana KPK secara kelembagaan harus berhadapan dengan tim pansus DPR RI yang menggunakan hak angket mereka untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan penyalahgunakan yang dilakukan oleh KPK terhadap pemidanaan tersangka kasus proyek e-KTP.
DPR RI pada hari Jumat tanggal 28 April 2017 melalui Sidang Paripurna mengesahkan Hak Angket yang ditanda tangani oleh 25 orang Anggota dari 8 Fraksi. Hak Angket tersebut ditujukan kepada KPK terkait permintaan membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Hariyani dalam kasus korupsi KPT elektronik. Hak Angket KPK ini menuai polemik yang cukup panjang dan memanas. Hubungan kedua lembaga tinggi negara itu pun menjadi kurang harmonis. Dari sini timbul sebuah pertanyaan, Apakah Hak Angket KPK ini untuk kepentingan publik yang berasaskan kesetaraan dan hukum yang berkeadilan atau justru hal demikian hanyalah sebuah selimut yang dipakai untuk menutupi kebobrokan para elit yang korup?
Bagi sebagian kalangan termasuk pegiat anti korupsi, keputusan politik DPR RI ini dinilai bagian dari penyalahgunaan wewenang DPR dalam rangka intervensi politik guna menghambat proses hukum yang dilakukan KPK dalam kasus korupsi elektronik. Di lain pihak, sebagian kalangan menganggap bahwa hak angket ini merupakan hal yang wajar sebagai konsekuensi dari fungsi dan wewenang DPR.
Saya mencoba berada pada posisi yang netral – bahwa sesungguhnya dalam konsep trias politica baik ala Monstesque maupun Locke terdapat pemisahan kekuasaan (separation power) antara eksekutif dan legislatif. Dalam konteks ini DPR RI merupakan penjelmaan dari lembaga legislatif yang bertugas membuat regulasi dan melakukan fungsi pengawasan. Sementara KPK merupakan perwakilan dari eksekutif yang bertugas memberantas masalah korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya. Agar kedua lembaga tidak berjalan sendiri-sendiri yang berakibat pada terciptanya absolut power, antar lembaga dapat saling mengawasi dan mengimbangi sehingga membentuk mekanisme check and balances. Ini artinya, KPK dapat melakukan penyelidikan sewaktu-waktu terhadap siapa saja termasuk anggota DPR RI sekalipun jika terdapat dugaan penyalahgunaan kekuasaan – korupsi. Begitu pula, DPR RI dapat meminta keterangan sekaligus penyelidikan terhadap KPK jika dianggap terdapat kekeliruan terkait kinerja KPK. Dengan kata lain, hak angket DPR RI untuk KPK merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan.
Justru tantangannya adalah bagaimana DPR RI sebagai kepanjangan dari aspirasi rakyat dapat membuktikan kepada publik bahwa hak angket yang tengah dijalankannya adalah murni untuk kepentingan publik yang seluas-luasnya bukan sebaliknya yang hanya digunakan sebagai alat untuk menghalangi langkah KPK demi kepentingan pribadi atau golongan. DPR dan KPK seyogyanya menjadi garda terdepan dalam memberantas masalah korupsi bukan malah menjadi bagian dari aktor yang korup. KPK secara kelembagaan harus diperkuat dengan dukungan dari berbagai kalangan termasuk DPR itu sendiri. Pelemahan terhadap KPK merupakan sebuah kesalahan besar yang sangat fatal.
KPK sebagai lembaga anti rasuah ini merupakan hadiah dari reformasi yang memiliki peran dan posisi yang cukup penting dan strategis dalam menciptakan kewibawaan negara di mata masyarakat. Kehadirannya digadang-gadang sebagai bentuk antitesa sekaligus resistensi atas praktik-praktik kotor yang marak terjadi di Indonesia. Karena itu, jika hak angket KPK bertujuan untuk melemahkan lembaga tersebut, maka saat itu juga kasus korupsi akan tetap menjamur bak musim penghujan di negeri pertiwi ini. Elit politik, pemerintah, dan semua stake holder sampai tingkat akar rumput harus memiliki komitmen bahwa bahwa korupsi adalah musuh bersama yang nyata bagi manusia. Semoga saja hak angket KPK bertujuan untuk hal ini. (Md)
Wallahu’alam.
———————————————————————————
Sumber gambar: www.theindonesianinstitute.com
Scroll to Top